![]() |
Pembentangan Merah Putih di pesisir Pulau Sayafi |
Acara yang digelar di pesisir Pulau Jiew, Pulau Liwo, dan Pulau Sayafi, yang berbatasan langsung dengan Negara Palau, tidak hanya diwarnai dengan kenaikan Sang Merah Putih, tetapi juga oleh seruan untuk membebaskan 11 warga adat Maba Sangaji yang kini terjerat masalah hukum.
Usai melaksanakan upacara bendera, peserta aksi membentangkan Bendera Merah Putih sepanjang 80 meter di pesisir pantai sambil menggaungkan seruan pembebasan terhadap 11 warga adat Maba Sangaji.
Mereka ditangkap oleh Polda Maluku Utara setelah memprotes aktivitas tambang yang diduga merusak lingkungan dan beroperasi di atas tanah adat mereka tanpa izin yang sah.
Ketua Himpunan Mahasiswa Patani (Hipma Patani), Muhammad Nur Hazzaq Rafli, mengatakan acara ini bukan sekadar untuk memperingati kemerdekaan, tetapi juga untuk menunjukkan perlawanan terhadap ketidakadilan yang dialami masyarakat adat.
"Bagaimana kita bisa menjaga kedaulatan NKRI di perbatasan, jika di tanah adat kita sendiri tidak ada perlindungan dari negara,” ujar Hazzaq.
Lebih lanjut kata Hazzaq, 11 warga adat Maba Sangaji bukanlah pelaku kriminal, melainkan pejuang hak atas tanah adat mereka yang sah. "Mereka bukan kriminal seharusnya mereka dihormati karena telah mempertahankan hak-haknya sebagai masyarakat adat," tambahnya.
Warga adat Maba Sangaji sebelumnya telah melakukan protes terhadap aktivitas tambang yang dinilai merusak lingkungan dan bertentangan dengan hak adat mereka. Tindakan mereka ini justru berujung pada penangkapan oleh aparat kepolisian, yang kemudian memicu gelombang protes dari berbagai elemen masyarakat.
Selain itu, Ia berharap agar negara memberikan perhatian serius terhadap hak-hak masyarakat adat. “Kami berharap agar negara segera memberikan perhatian lebih terhadap masalah ini. Pembebasan warga adat adalah langkah pertama untuk memastikan hak-hak mereka terlindungi,” ujarnya.