Dibongkar di Persidangan: Uang MCK Diberikan dalam Tas Hitam

Yopi Saraun dalam sidang kasus dugaan korupsi proyek MCK Taliabu.
Ternate,abarce - Sidang lanjutan kasus dugaan korupsi proyek Mandi Cuci Kakus (MCK) fiktif di Kabupaten Pulau Taliabu kembali digelar di Pengadilan Negeri Ternate, Selasa (10/6/2025).

Sidang yang menghadirkan dua saksi, Yopi Saraung dan La Ode Abdul Rauf, berlangsung panas karena ketidakkonsistenan kesaksian yang disampaikan di hadapan majelis hakim dan tim penasihat hukum terdakwa.

Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Taliabu menghadirkan Yopi Saraung sebagai saksi yang diduga mengetahui proyek MCK fiktif. Dalam keterangannya, Yopi mengaku pernah diminta oleh terdakwa Suprayidno untuk mencarikan perusahaan guna melaksanakan proyek tersebut.

Terkait pencairan dana proyek, Yopi juga mengakui dihubungi langsung oleh Suprayidno. Namun ketika ditanya soal perusahaan yang digunakan oleh Suprayidno, Yopi menjawab tidak ingat. "Karena semua itu sudah diserahkan kepada terdakwa Melanton," ujarnya.

Dalam sesi tanya jawab dengan kuasa hukum Supraidno, Agus Salim, Yopi memberikan pernyataan yang dianggap bertentangan dengan fakta-fakta lain dalam persidangan. Saat ditanya soal pertemuan di Hotel Sisbel Manado, Yopi menjelaskan, “Saya hanya bertemu berdua dengan, terdakwa Suprayidno sementara yang lainya itu hanya ketemu sepintas di lobi hotel, dan pertemuan dengan Suprayidno juga tidak banyak dibahas bahkan lebih banyak sibuk dengan HP masing-masing.”

Saat ditanyakan apakah ia melihat penyerahan uang Rp1,3 miliar, Yopi menjawab tidak melihat dan mengaku lupa di mana uang itu berada. Pernyataan tersebut membuat Agus Salim menyatakan secara langsung di hadapan majelis bahwa, “Saksi Yopi adalah seorang pembohong/penipu yang harus ditetapkan sebagai tersangka namun anehnya penyidik jaksa Taliabu hanya menjadikan Yopi sebagai saksi.”

Majelis hakim juga tampak tidak puas dengan keterangan Yopi saat menjelaskan peralihan jabatan direktur PT DSM ke Melanton, di mana ia kembali menyebut tidak ingat. Hakim pun menanggapi dengan menyatakan bahwa penyidik harus lebih berani menelusuri peran Yopi.

Yopi turut mengakui menerima uang sebesar Rp100 juta dari proyek MCK yang ditransfer oleh Melanton dan menyatakan siap mengembalikannya.

Saksi kedua, La Ode Abdul Rauf, juga memberikan kesaksian yang memicu teguran dari hakim. Ia menjelaskan bahwa dirinya hadir dalam pertemuan di Manado atas permintaan terdakwa Suprayidno. Kedekatannya dengan mantan Bupati Taliabu, Aliong Mus, menurutnya membuat ia meminta bantuan dana untuk mencalonkan diri sebagai caleg.

“Karena dirinya dengan Mantan Bupati Taliabu Aliong Mus punya kedekatan pribadi dan Aliong Mus sudah menganggap dirinya seperti adik sehingga dirinya meminta bantu kepada Aliong Mus sebagai kakaknya untuk memberikan dirinya uang untuk keperluannya mencalonkan diri sebagai caleg DPR-RI dapil Sulawesi Selatan II,” kata La Ode di hadapan hakim.

La Ode juga menyebut bahwa ia datang ke Manado untuk mengambil uang dari Suprayidno. "Uang tersebut ambil di Hotel Sisbel Manado," ujarnya. Ia menyebut nilai uang yang diterima sebesar Rp150 juta.

Ketika ditanya hakim soal bentuk tas tempat uang itu diserahkan, La Ode menjawab, “Dalam tas ransel berwarna hitam.” Namun, majelis hakim segera mengonfrontasi pernyataan itu dengan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) yang menyebut tas jinjing.

La Ode mengaku bingung membedakan keduanya. “Tidak bisa membedakan tas jinjing dengan tas ransel,” jawabnya, sambil tertawa, yang membuat hakim ketua naik pitam.

"Kenapa kamu tertawa, kalau kamu tertawa tidak menghargai kami," tegur hakim dengan nada tinggi.

Keempat terdakwa, yakni Suprayidno, Hayatuddin Ukasa, M Rizal, dan Melanton, secara tegas membantah kesaksian yang diberikan Yopi dan La Ode.

Mereka menyebut bahwa Yopi justru yang memerintahkan pengambilan uang Rp1,3 miliar dari saksi Jhony Maneke, dan uang itu dihitung oleh Yopi dan Suprayidno sebelum diserahkan ke La Ode. Penyerahan dilakukan oleh terdakwa Hayat Ukasa atas instruksi Yopi.

Terdakwa Melanton juga membantah bahwa perusahaan dipinjam oleh Suprayidno. Ia menegaskan bahwa seluruh pengaturan proyek berasal dari Yopi. Melanton juga mengungkap bahwa Yopi meminta dirinya menarik uang dan bahkan menghapus semua percakapan agar tidak diketahui penyidik.

Setelah mendengar seluruh kesaksian dan bantahan dari para terdakwa, sidang yang dipimpin oleh hakim Budi Setyawan ditunda dan akan dilanjutkan pada Senin, 16 Juni 2025, dengan agenda pembuktian lanjutan.

Baca Juga
Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak