![]() |
Potret Anak mungil Sowoli saat di pantai. (Foto: Paps) |
Mereka datang berlarian, seolah tak ingin melewatkan detik pertama matahari yang muncul malu-malu dari balik cakrawala laut.
Desa Sowoli, di selatan Maba, Timur Halmahera, memang punya cara sendiri dalam menyambut hari. Bagi anak-anak di sini, terbitnya matahari bukan sekadar fenomena alam, melainkan momen yang sakral.
Perayaan kecil atas hidup yang terus bergerak. berbaring di atas pasir hangat, kaki-kaki mungil mereka menggali pasir, tangan menunjuk ke arah cahaya yang perlahan mengusir kabut malam.
Anak-anak membiarkan tubuh mereka disentuh cahaya fajar yang hangat dan angin laut yang segar. Mereka bermain, bercanda, dan kadang hanya duduk diam menyaksikan perubahan langit. Mereka belajar langsung dari alam tentang waktu, keindahan, dan ketenangan.
Ada yang menggambar matahari di pasir dengan ranting, ada pula yang menari-nari di tepi air mengajarkan syukur, keterhubungan dengan alam, dan makna kebersamaan.
Waktu seakan berhenti sejenak ketika matahari sudah tinggi. Anak-anak lalu berpencar, sebagian kembali ke rumah, sebagian membantu orang tua ke kebun atau ke hutan. Tapi semangat pagi itu masih tersisa di senyum mereka sisa kebahagiaan yang dibagikan oleh mentari pertama.
Di Sowoli, terbit matahari bukan sekadar penanda hari dimulai. Ia adalah janji baru, dan anak-anak desa menjadi penjaga awal hari yang riang dan penuh harapan.
Dari tawa mereka, kita belajar bahwa kebahagiaan sejati kadang hadir dalam kesederhanaan: dalam cahaya pagi dan jejak kaki kecil di pasir pantai.